Minggu, 02 Februari 2014

The Boy Who Wrote A Hundred Love Letters Part 6

The Boy Who Wrote A Hundred Love Letters Part 6

_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*



CAST :

-Kim Jongin / Kai
-Do Kyungsoo / D.O

Rated : Sejauh ini  T

Warning : BoyxBoy, Typo(s)

Don't Like Don't Read!

No Siders



.
.
.


Jika kau sedang berada di sebuah kafe kecil dan melihat Kim Jongin di sudut kafe, gelisah dan menggigit kukunya, pasti pikiran pertamamu adalah kalau dia  pecandu narkoba atau orang yang sedang mabuk. Tapi bukan, dia lelah karena kehilangan 8 jam waktunya untuk tidur.

Suara dentingan pintu membuat Jongin sadar dari kegelisahannya, dia mendongak dan melihat Sehun berjalan ke arahnya, terlihat sedang mencari seseorang. Sehun tampak sangat tampan dan setiap yeoja (dan beberapa namja) di kafe memperhatikannya.

"Sehun!"  Sehun berbalik dan melihat Jongin. Dia segera berjalan kearah Jongin sambil tersenyum kecil tapi dengan cepat senyum itu menghilang saat dia melihat penampilan Jongin. Jongin mengenakan celana abu-abu dengan sweater berkupluk hitam, dan dengan kantung matanya yang berwarna hitam.

"Oh Tuhan!" Sehun berteriak pelan saat dia duduk di kursi di depan Jongin. "Apa kau lupa cuci baju? "

Jongin mengerutkan kening lalu  memperhatikan pakaiannya. "Aku selalu berpakaian seperti ini!"

"Ya, waktu kita latihan dance!"

Jongin memutar matanya dan menggeleng. "Aku merasa nyaman, itulah yang terpenting."

"Kau terlihat seperti orang mabuk!" komentar Sehun saat ia melihat kantong mata Jongin.

"Jongin."

"Apa?" kata Jongin sambil menatap dirinya dalam keprihatinan, "Apa aku lupa memakai celana lagi?"

Sehun mengabaikannya dan membungkuk ke depan sehingga hanya mereka berdua bisa mendengar. "Apa kau sudah memberi tau rahasiamu? Jongin ... obat-obatan bukan jawaban. "

Jongin mendesah. "Sehun ..."

"Apa ayahmu tidak setuju? Tidak apa-apa, kita bisa melewati ini. "

"AKU BUKAN GAY!" Jongin meledak, melotot ke Sehun. suara cekikikan yang mencapai telinganya membuat kemarahannya menghilang seketika, dia berpaling dan melihat dua yeoja menertawainya. "Sungguh, aku serius." ucap Jongin, membuat dua yeoja itu tertawa makin keras. Dia memperlihatkan senyum terbaiknya sambil menggelengkan kepala lalu berbalik kearah Sehun yang sedang menahan tawanya.

"Dan aku tidak memakai narkoba," desis Jongin.

"Lalu kenapa kau terlihat seperti Grim Reaper?" Tanya Sehun. Jongin menggaruk kepalanya, mencoba menjelaskan kepada Sehun. Tau bahwa akan membutuhkan waktu  untuk meyakinkan Sehun tentang surat-surat itu.

"Aku ... aku ... tidak bisa tidur."

"Ew," cibir Sehun. "Dengar, sobat aku tau kita sahabat tapi bukan berarti aku harus tau hal cabul dan tidak bermoral yang kau lakukan di malam hari. Dan terus terang, aku tak ingin membayangkannya."

"Ap-? Tidak, aku ... "Jongin tersipu sambil melotot. "Kau bisa mendengarkan aku dulu? Ini tentang surat-surat yang aku temukan. "

"Coba jelaskan."

"Surat-surat itu.... mereka membuatku takut hingga tidak bisa tidur di malam hari. "

Sehun menggigit bibir bawahnya dan menatap Jongin. "Apa ini akan seperti film Sinister? Jongin jika kau merasa  surat-surat itu ditulis oleh pembunuh, kau sebaiknya lapor polisi oke? "

Jongin menggeleng dan merogoh sakunya. Dia mengulurkan amplop telah terbuka dan meletakkannya di atas meja di antara mereka. Sehun mengambilnya dan mengamatinya.

"Ini surat yang kau bicarakan?"

"Yang kedua,"

Sehun mengangguk dan membalik amplopnya dan matanya melebar.
"8 November 2013? Tapi bukankah itu ... "

"Tidak mungkin karena itu satu tahun dari sekarang ?"

Sehun mendongak dari surat itu dan menatap Jongin. Dia menggeleng dan memutar matanya. "Seseorang mungkin mengerjaimu sekarang dan kau cukup bodoh untuk percaya."

"Itu yang kupikir.... awalnya" kata Jongin sambil mengambil amplop itu dari tangan Sehun itu. Jongin mengeluarkan suratnya dan meletakkannya di tangan Sehun. "Baca itu."

"Kenapa?"

"Baca dan berikan pendapatmu. "

Sehun menatap Jongin ragu tetapi memutuskan untuk membacanya. Dia mengangguk dan mulai membaca surat itu. Jongin menunggu Sehun selesai membacanya. Ketika Sehun telah selesai membacanya, ia menempatkan surat itu ke bawah dan menatap Jongin.

"... Ini rumahmu."

"Aku tau itu!" teriak Jongin, suaranya agak gemetar. "Dua lantai, pintu depan putih, loteng?! Ini rumahku! "

"Ya ... ya itu rumahmu. Tapi ini tidak membuktikan apa-apa. "

"Sehun dia berencana untuk menempatkan surat-suratnya di dekat jam harabeoji di bawah jendela kecil! Di situlah aku menemukan kotak surat itu! Tempat yang sama persis! "

"Jadi? mungkin saja orang itu membobol masuk rumahmj. Jongin, kau sedang dipermainkan. "

"Benarkah?" Jongin mengangkat alis dan bersandar di kursinya. "Satu-satunya orang yang bisa melakukan lelucon seperti ini adalah kau, untuk membalas dendam karena aku pernah menggunakan boxer favoritmu. "

"Mungkin saja pelakunya bumonim mu,"

Jongin menatap Sehun kosong. "Sehun, bumonimku masih berpikir bahwa monyet mengenakan jas itu lucu."

"Hei, itu agak lucu."

"Sehun!"

"Baiklah, " Sehun mendesah sambil menggigit bibir bawahnya, berpikir. "Oke,  bagaimana mungkin?! Bagaimana bisa sekotak surat bisa datang setahun sebelum mereka ditulis?! "

"Kau otaknya, kau yang harus mencari tau."

Sehun mengambil napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. "Oke, apa kau sudah membaca semua surat itu?"

"Belum" Jongin menggeleng lalu mengeluarkan tiga buah surat. "Tapi aku membawa tiga surat. "Aku pikir kita bisa membacanya bersama."

"Kenapa cuma bawa tiga? Kenapa tidak bawa semuanya?” tanya Sehun sambil mengambil semua surat itu.

"Bukankah akan mencurigakan jika aku keluar rumah sambil membawa kotak sepatu?”

"Percaya padaku kotak itu belum ada apa-apanya dengan pakaianmu." komentar Sehun sambil memperhatikan pakaian Jongin sekali lagi. Jongin mengabaikannya dan kembali memperhatikan ketiga surat itu.

"Aku membawa tiga surat ini karena mereka ditulis setelah surat kedua dan mereka ditulis dihari yang sama. Lihat? 11 November 2013.”

"Benar," Sehun mengangguk dan mengambil surat pertama. "Apa sudah bisa kita mulai?"

.

.

.

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar