Selasa, 28 Januari 2014

The Boy Who Wrote A Hundred Love Letters Part 1

The Boy Who Wrote A Hundred Love Letters Part 1

_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*

CAST :

-Kim Jongin / Kai
-Do Kyungsoo / D.O

Rated : Sejauh ini  T

Warning : BoyxBoy, Typo(s)

Don't Like Don't Read!

No Siders

.
.
.

Kim Jongin duduk di depan kipas angin  yang terus meniupkan angin, mendinginkan tubuhnya dari udara yang luar biasa panas. Dia mengipasi tubuhnya yang terus menerus berkeringat sambil menyeka keringat yang mulai membuat rambutnya lengket.

"Kim.Jong.In," Jongin meringis kemudian dia berbalik, melihat ummanya berdiri di depannya dengan wajah geram. "Apa yang kau lakukan?"

Jongin memberikan senyum terbaiknya dan menunjuk ke kipas angin. "Menjaga  diriku tetap sejuk karena jika terlalu panas bisa menyebabkan stroke panas dan bukankah semua ibu mengiginkan  seorang anak yang sehat ...?

"Usaha yang bagus," Kata ummanya sambil mengarahkan tangannya ke pintu kecil yang dapat membawanya ke loteng. "Jika kau tidak punya apa-apa untuk dilakukan, maka bantu ibumu dan bersihkan loteng." Jongin mengerang keras sambil meletakkan tangannya di kepala.

"Tapi aku tidak mau!" Dia mengeluh dan ummanya mulai menggeram. Jongin menatap wajah marah ibunya dan memutuskan untuk tidak mengambil resiko. Seluruh rumah panas, yang berarti semua penghuninya kepanasan yang juga berarti bahwa orang umumnya cepat emosi karena panas.

Jongin berjalan pelan menuju loteng. Dia membuka gerendel pintu  sambil mencoba untuk tidak bersin karena debu yang sangat banyak, loteng itu seperti ruang penyimpanan mini untuk keluarga, apa pun yang tidak kau inginkan  ada kamarmu segera dibawa ke loteng. Loteng itu sudah tak tersentuh selama bertahun-tahun tapi karena sekarang rumahnya akan segera direnovasi, ibunya memutuskan untuk membersihkan setiap inci rumah. Dia melihat keadaan loteng dan mendesah pelan karena kekacauan dimana-mana. Dia bisa melihat kotak dengan label tulisan tangan yang jelek berserakan di bagian depan, mainan - mainan tua yang rusak, dan beberapa beberapa barang lainnya yang tidak bisa dia kenali.

Jongin berjalan di sekitar ruangan dan mulai merapikan barang di sana-sini, terkadang dia tersenyum mengingat kenangan yang dibawa beberapa benda. Seperti bola pantai dekat gantungan pakaian tua, atau tumpukan buku pelajaran tua di samping cermin rusak, atau kotak di belakang sepeda tua dan rusak miliknya ...

'Hmm? Kotak itu terlihat berbeda...'

Jongin pikir sambil dia berjalan menuju kotak aneh itu, langkahnya membuat lantai kayu tua berderit. Dia mengulurkan tangannya dan mengambil kotak itu, kemudian menghilangkan debu yang menumpuk. Dia menatap kotak itu dan memeriksanyanya dari setiap sudut, mencari tau apa yang ada di dalamnya. Jongin mengangkat bahu dan duduk di lantai kotor dan berdebu saat ia melepas tali yang mengikat kotak. Setelah tali terlepas, dengan hati-hati dia membuka kotak itu dan dia menemukan tumpukan surat.

Mata Jongin melebar ketika dia menemukan tumpukan surat yang tersusun rapi. Jongin mengambil satu surat dan menatap amplopnya, tidak ada yang istimewa.  Amplop itu tampak sudah lusuh. Dia menatap segelan surat itu kemudian memutar-mutarnya, mereka-reka apa isi suratnya (mungkin saja itu surat cinta orang tuanya, ia tidak ingin trauma seumur hidup).

Jendela loteng tepat berada diatasnya, tapi karena ukurannya yang kecil dan banyaknya debu yang menempel pada kaca membuat cahaya sulit masuk dan membuatnya susah membaca kata-kata tertulis di bagian belakang amplop. Ketika matanya akhirnya mampu membacanya, ia segera menjatuhkannya tepat di atas kotak.

"Apa ...?"

Dia terkejut dan sedikit merasa takut. Dia mengambil surat itu lagi, tangannya gemetar saat dia membaca kata-kata yang ditulis di belakang amplop lagi.

4 November 2013

"Jongin! Datang ke sini! Bantu aku! "

Jongin meloncat kaget dari posisi duduknya saat mendengar suara ummanya.

"A-Aku datang!"

Dia berteriak sambil berdiri dari tempatnya duduk dan cepat-cepat keluar dari loteng dan menuju dapur di mana ummanya berada. Ketika dia sampai, ummanya sedang sibuk menyapu lantai dapur.

"Baiklah, aku ingin kau-"

"Tanggal berapa hari ini?" Dengan cepat Jongin memotong omongan ummanya. Dia mengangkat alis, bingung mendengar pertanyaan Jongin tetapi hanya menggeleng dan terus menyapu.

"3 November" Dia berkata, sedikit kesal. "Seperti yang kukatakan, cuci piring-"

"Dan tahun ini? Tahun berapa sekarang?" Dia memotong ummanya lagi, membuat ummanya jengkel dan  menempatkan tangan di pinggul, membuatnya berhenti dari tugas-nya.

"Jongin itu tidak sopan untuk memotong seseorang dan-"

"Umma, tahun ini. Tahun berapa sekarang? "

"2012, tahun 2012. Sabtu. Apa yang merasukimu? "

Jongin merasakan keringat dingin mengalir di bagian belakang lehernya saat ia mengabaikan ummanya yang berteriak dan menegur dia kemudian ia berlari ke kamarnya. Dia segera mengunci pintu dan.

4 November 2013

Ulangnya lagi, mengingat amplop putih krem lagi.

"Surat itu ... ditulis ... tidak, akan  ditulis besok satu tahun dari sekarang ..."

Dia merosot turun dari tempat dia duduk dan ia mulai meremas tangan dalam kekhawatiran dan ketakutan.

"Apa ...?" Dia berbisik kepada dirinya sendiri. "Apa yang terjadi?"

.
.
.

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar